Apa kabar? Sibuk apa?
Kabar baik. Sedang menulis beberapa novel dan mempersiapkan festival sastra internasional 'Bienal Sastra Utan Kayu-Salihara'.
Apa yang ingin disuarakan dari tulisan-tulisan Ayu Utami?
Kebebasan manusia. Terutama bahwa manusia itu bebas untuk berbuat baik.
Kenapa penting untuk disuarakan?
Karena saya percaya bahwa manusia itu punya kehendak bebas dan ia menjadi manusia jika keputusan-keputusannya berasal dari kehendak bebasnya, bukan dari paksaan orang lain. Yang terjadi, terlalu banyak paksaan yang menyebabkan ketidakadilan.
Apa hal terbaik sebagai perempuan?
Bahwa perempuan adalah manusia. Saya tidak membedakan nilai antara perempuan dan lelaki.
Apa hal yang paling tidak disukai sebagai perempuan ?
Secara intrinsik tidak ada. Secara ekstrinsik, masyarakat maskulin dan patriarkal sering memandang perempuan sebagai obyek dan merendahkannya.
Perempuan masa kini itu seperti apa?
Perempuan yang berani mengambil keputusan dan mempertanggungjawabkannya.
Apakah mereka masih menjadi makhluk langka/aneh di Indonesia?
Entahlah. Penduduk Indonesia terlalu banyak untuk saya kenal satu per satu.
Parasit Lajang, salah satu hasil karya Ayu Utami. Dan Ayu pernah mengungkapkan alasan untuk tidak menikah adalah sikap politik, salah satunya adalah 'tidak perlu'. Apakah Ayu pernah merasa terganggu dengan persepsi atau gunjingan masyarakat atas pilihan-pilihan Ayu yang 'dianggap' tidak biasa untuk budaya Indonesia?
Justru karena sikap masyarakat seperti itu, maka saya perlu mengatakan bahwa pernikahan itu tidak perlu-perlu amat. Selama masyarakat masih menganggap bahwa perempuan yang tidak menikah itu tidak laku atau perawan tua, selama itu pula kita masih harus mengatakan bahwa pernikahan itu tidak perlu-perlu amat. Kalau takut jadi perawan tua, jangan simpan keperawananmu--apalagi hanya untuk suami yang tak dijamin tak akan berkhianat. Keperawanan adalah milikmu sendiri yang kamu persembahkan untuk dirimu sendiri juga--kalau masih percaya keperawanan. Berbahagialah dengan seksualitasmu. Lebih baik tidak menikah daripada harus merebut suami orang.
Apakah sampai saat ini masih merasa lajang adalah pilihan terbaik?
Sebetulnya saya kan tidak lajang-lajang amat. Saya punya pasangan hidup dalam hubungan yang sudah panjang. Jika saya bilang saya tidak mau menikah, bukan karena saya anti lelaki, atau anti komitmen. Dan saya sangat pandai mencintai lelaki--sehingga saya nyaris tidak pernah ditinggalkan lelaki. Tetapi, terutama karena nilai kultur dan hukum Indonesia terlalu patriarkal, sehingga saya merasa perlu menolaknya. Saya tidak setuju bahwa negara memaksakan bahwa lelaki adalah kepala keluarga atau pemimpin. Urusan siapa yang memimpin, itu urusan kedua orang yang menikah. Bukan urusan negara. Dalam hal ini, lahir dalam keluarga Katolik, saya sesungguhnya tidak keberatan menikah secara Katolik--karena dalam janji nikahnya tidak ada pernyataan bahwa lelaki adalah kepala keluarga atau pemimpin. Jadi, saya mungkin akan melakukannya dalam waktu sangat dekat, tanpa menikah secara negara.
Kenapa Ayu sangat menikmati melajang?
Sudah saya bilang, saya ini tidak lajang-lajang amat. Tapi menurut saya perkawinan juga tidak perlu-perlu amat. Saya tidak berbuat sesuatu hanya karena kenikmatan. Tapi menurut saya orang harus berani mengatakan apa yang menurut dia perlu dia katakan, dan melakukan apa yang menurut dia perlu dia lakukan. Jangan berbuat sesuatu karena paksaan orang lain, keluarga atau masyarakat.
Menurut Ayu, kenapa banyak perempuan yang takut atau tidak nyaman melajang?
Karena tidak PD, mungkin. Banyak perempuan tidak cukup percaya diri sehingga harus menyandarkan dirinya pada seorang suami, atau bahkan suami seseorang, hehehe. Banyak perempuan tidak tahan dengan pandangan masyarakat sekitarnya. Tapi, orang yang kurang cuek biasanya juga kurang percaya diri. Ini bisa jadi karena perempuan tidak dididik untuk itu sejak kecil. Perempuan dididik untuk bergantung. Lagi-lagi, ini masalah yang disebabkan nilai-nilai patriarkal.
Laki-laki yang lebih kaya atau lebih pintar?
Lebih kaya. Kalau lebih kaya, bisa memanjakan kita dengan kemewahan. Kalau lebih pintar, jangan-jangan cuma banyak omong. Hahaha.... (Tapi kenyataannya saya tidak memilih begitu. Saya tidak memilih lelaki yang lebih ini lebih itu. Karena saya tidak mencari lelaki untuk memimpin saya. Lelaki yang tepat bagi saya adalah yang menjadi sahabat saya.)
Apakah budaya patriarkal masih relevan di tahun 2011?
Tentu tidak. Percaya deh, lelaki akan jauh lebih nyaman dicintai oleh perempuan yang mencintai dengan segala kebebasannya dan kemandiriannya.
Would you share with us what makes u strong and independent?
Pertama. Saya jujur pada diri sendiri. Di hadapan orang, barangkali saya tidak mau mengakui seluruh kekurangan saya. Tapi di hadapan diri sendiri, saya tahu apa kejelekan-kejelekan saya. Kejujuran itu pelan-pelan memperkuat saya, sebab setiap kali saya mengakui keburukan saya, saya mencoba memperbaikinya, dan itu membantu memperkuat jiwa. Seperti setiap kali kita berolahraga, ada rasa sakit, tapi itu memperkuat tulang dan otot.
Kedua, saya selalu bersyukur tentang apa yang ada pada saya. Saya menggunakan apa yang ada pada saya dan tidak mengkhayalkan yang tidak ada. Saya tidak cepat-cepat minta tolong pada orang karena merasa apa yang saya punya tidak cukup. Pelan-pelan itu juga memperkuat jiwa. (wo/bee)
31 Jul, 2011
--
Source: http://woman.kapanlagi.com/inspiring/people-we-love/9545-ayu-utami-nilai-patriarkal-jangan-bikin-takut-melajang.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
--
Source: http://tipsehatcantik.blogspot.com/2011/07/ayu-utami-nilai-patriarkal-jangan-bikin.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar to “Ayu Utami: Nilai Patriarkal Jangan Bikin Takut Melajang”