Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
• Pada kenyataannya tidak semua konflik terjadi dalam suatu kelas yang sama. Hal ini di karenakan setiap kelas dibedakan oleh kepemilikan alat produksi yang berujung pada kelas yang menguasai dan kelas yang dikuasai.
• Kecenderungan antar kelas untuk saling menguasi sampai kapanpun tidak akan pernah mencapai titik temu untuk saling berkonsolidasi. Karena, dengan konflik itulah setiap kelas dapat menunjukan eksistensinya.
• Kelas sosial yang ada atas alasan apapun sedang berada dalam perjalanannya menjadi kelas dominan sebuah masyarakat, sesegera mungkin dengan strategi perluasan, memperdalam, dan mengkonsolidasikan kekuatan yang sudah diperoleh.
• Untuk menjadi dominan, sebuah kelas menggunakan instrumen ekonomi, politik, bahkan militer untuk menguasai kelas lain dengan jalan kekerasan. Namun demikian kelas penguasa yang menggunakan ketiga instrumen tersebut selalu berada di posisi bayang-bayang pemberontakan dari kelas yang dikuasai. Ambil contoh zaman kolonialisme dan rezim pemeritahan otoliterianisme.
• Antonio Gramsci : kelas yang ingin mendominasi secara objektif berkepentingan untuk mendapat keseimbangan dari hegemoninya.
• Alain Tourin : jika ada sebuah kelas yang ingin mendominasi, maka harusnya ia bisa mendapatkan dukungan yang dari kelas-kelas lain dalam kelompok-kelompok masyarakat yang ada.
• Dengan demikian strategi yang akan dilakukan kelas tersebut untuk menjadi kelas yang berkuasa adalah membangun kekuatan ekonomi, politik, militer, juga kekuatan-kekuatan simbol seperti moral, pendidikan, kesusasteraan, kesenian dan agama.
• Sampai titik ini, menarik untuk membahas lebih jauh salah satu kekuatan simbol yang telah dijelaskan sebelumnya khususnya agama. Karena, agama yang ada dalam masyarakat terus mengalami proses dominasi yang nantinya berakhir pada hegemoni.
• Proses dialektika akan siapa yang mendominasi dan siapa yang didominasi pun terjadi. Kita dapat melihat proses dialektika melalui poin-poin berikut ini.
• Kecenderungan antar kelas untuk saling menguasi sampai kapanpun tidak akan pernah mencapai titik temu untuk saling berkonsolidasi. Karena, dengan konflik itulah setiap kelas dapat menunjukan eksistensinya.
• Kelas sosial yang ada atas alasan apapun sedang berada dalam perjalanannya menjadi kelas dominan sebuah masyarakat, sesegera mungkin dengan strategi perluasan, memperdalam, dan mengkonsolidasikan kekuatan yang sudah diperoleh.
• Untuk menjadi dominan, sebuah kelas menggunakan instrumen ekonomi, politik, bahkan militer untuk menguasai kelas lain dengan jalan kekerasan. Namun demikian kelas penguasa yang menggunakan ketiga instrumen tersebut selalu berada di posisi bayang-bayang pemberontakan dari kelas yang dikuasai. Ambil contoh zaman kolonialisme dan rezim pemeritahan otoliterianisme.
• Antonio Gramsci : kelas yang ingin mendominasi secara objektif berkepentingan untuk mendapat keseimbangan dari hegemoninya.
• Alain Tourin : jika ada sebuah kelas yang ingin mendominasi, maka harusnya ia bisa mendapatkan dukungan yang dari kelas-kelas lain dalam kelompok-kelompok masyarakat yang ada.
• Dengan demikian strategi yang akan dilakukan kelas tersebut untuk menjadi kelas yang berkuasa adalah membangun kekuatan ekonomi, politik, militer, juga kekuatan-kekuatan simbol seperti moral, pendidikan, kesusasteraan, kesenian dan agama.
• Sampai titik ini, menarik untuk membahas lebih jauh salah satu kekuatan simbol yang telah dijelaskan sebelumnya khususnya agama. Karena, agama yang ada dalam masyarakat terus mengalami proses dominasi yang nantinya berakhir pada hegemoni.
• Proses dialektika akan siapa yang mendominasi dan siapa yang didominasi pun terjadi. Kita dapat melihat proses dialektika melalui poin-poin berikut ini.
(1) Penghancuran semua elemen agama-keyakinan,upacara, norma tata-laku, kelompok-kelompok agama, pemimpin agama-yang menjadi rintangan.
(2) Berlaku hati-hati kepada eleman-eleman agama.
(3)Re-struktur dengan dominasi situasi baru, semua elemen agama tidak memberi rintangan langsung untuk upaya konsolidasi oleh kekuatan dari kelas penguasa.
• Proses ini berakhir dengan lahirnya kelas baru yang mendominasi kelas lainnnya. Dan sampai titik tertentu kelas ini juga akan mengalami proses yang serupa seperti kelas sebelumnya yang telah mendominasi.
• Salah satu aspek yang dikaji oleh sosiologi agama adalah otonomi keagamaan. Keberadaan otonomi ini sangatlah penting, karena media agama, organisasi, dan para pengajar agama saat ini berada dalam ketidak bebasan.
• Otonomi agama ini mempunyai implikasi menuju kearah revolusi. Ambil contoh revolusi agama katolik di Eropa. Kemunculan sebuah revolusi ini tidak terlepas dari peran agen-agen agama yang ada baik dalam lingkup kecil hingga yang besar.
• Derajat Otonom dari sebuah kelas dapat dianalisa dengan tiga level, yakni tingkat kesadaran kelas, organisasi kelas, mobilisasi kelas.
• Kesadaran kelas adalah bagaimana sebuah kelompok kelas mempersepsikan posisi kelompoknya. Sampai titik ini agama berfungsi sebagai media penyadaran kelas dari para pemeluknya.
• Organisasi kelas dapat dilihat sebagai sebuah proses keberlannjutan dari sebuah kelompok. Dimana agama telah menjadi otonom dari sebuah system structural yang ada dalam masyarakat.
• Mobilisasi kelas hanya terjadi saat aksi konfrontasi terhadap sebuah kelas yang mendominasi. Dengan demikian agama telah menjadi alat mobilisasi untuk melawan kelas yang mendominasi.
• Proses ini berakhir dengan lahirnya kelas baru yang mendominasi kelas lainnnya. Dan sampai titik tertentu kelas ini juga akan mengalami proses yang serupa seperti kelas sebelumnya yang telah mendominasi.
• Salah satu aspek yang dikaji oleh sosiologi agama adalah otonomi keagamaan. Keberadaan otonomi ini sangatlah penting, karena media agama, organisasi, dan para pengajar agama saat ini berada dalam ketidak bebasan.
• Otonomi agama ini mempunyai implikasi menuju kearah revolusi. Ambil contoh revolusi agama katolik di Eropa. Kemunculan sebuah revolusi ini tidak terlepas dari peran agen-agen agama yang ada baik dalam lingkup kecil hingga yang besar.
• Derajat Otonom dari sebuah kelas dapat dianalisa dengan tiga level, yakni tingkat kesadaran kelas, organisasi kelas, mobilisasi kelas.
• Kesadaran kelas adalah bagaimana sebuah kelompok kelas mempersepsikan posisi kelompoknya. Sampai titik ini agama berfungsi sebagai media penyadaran kelas dari para pemeluknya.
• Organisasi kelas dapat dilihat sebagai sebuah proses keberlannjutan dari sebuah kelompok. Dimana agama telah menjadi otonom dari sebuah system structural yang ada dalam masyarakat.
• Mobilisasi kelas hanya terjadi saat aksi konfrontasi terhadap sebuah kelas yang mendominasi. Dengan demikian agama telah menjadi alat mobilisasi untuk melawan kelas yang mendominasi.
--
Source: http://krisnahomerecord.blogspot.com/2011/06/16-poin-sosiologi-agama-karl-marlx.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar to “16 POIN SOSIOLOGI AGAMA KARL MARLX”