Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
Pemerintah diharapkan mengambil langkah strategis dan menguntungkan negara terkait puluhan ladang minyak dan gas (migas) yang bakal habis masa kontraknya. Pasalnya, sejak 1970-an hampir seluruh blok migas yang ada dikuasai asing. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara, delapan tahun ke depan ada puluhan kontrak yang akan habis masanya. "Pemerintah harus cerdas mengambil langkah strategis. Saya lihat kebijakan pemerintah terkait penetapan pengelolaan blok migas yang baru ataupun pengelolaan kontrak yang lama tidak optimal," ujar Marwab dalam seminar bertajuk Menegakkan Kedaulatan Negara: Penguasaan Kembali Blok-blok Migas yang Habis Masa Kontrak di Gedung DPR, kemarin.
Marwan mencatat, blok-blok migas yang habis masa kontraknya di antaranya Blok Mahakam (Total, 2017), Blok South Sumatera SES (CNOOC, 2018), South Natuna Sea Block B (Conoco-phillips, 2018), East kalimantan (Chevron, 2017), Sanga-Sanga Blok (Virginia, 2018), Blok Kampar Sumatra Selatan (Medco, 2013), Blok Arun (Exxon, 2017) dan Ogan Komering (Petro China, 2018).
Menurutnya, hampir seluruh blok itu dikelola kontraktor asing sejak 1970-an. Harusnya, tanpa diminta, Pertamina sebagai 100 persen BUMN yang sahamnya dimiliki negara terus diberi kesempatan pertama untuk mengelola blok migas tersebut. Tapi faktanya, penugasan itu jarang terjadi.
Marwan menganggap blok-blok migas tersebut mempunyai kapasitas produksi lebih dari 3.000 bph dan diperkirakan masih akan berproduksi lebih dari 20 tahun yang akan datang.
Ia mencontohkan, Blok Mahakam memproduksi gas sekitar 90 ribu barel-oil-equivalent (boe) per hari dan terbesar di Indonesia. Sedangkan blok CES yang dikelola CNOOC dan Blok South Natuna oleh Conoco-Phillips, masing-masing memproduksi sekitar 57 ribu boe dan 56 ribu per hari.
Mengingat potensi yang besar ini, kata dia, pemerintah harus segera mempersiapkan langkah-langkah strategis guna penguasaan dan pengelolaan oleh Pertamina.
"Jika pemegang kekuasaan berpegang pada aturan, maka potensi kerugian negara ratusan juta bahkan miliaran dolar AS bisa dicegah. Sebaliknya, Pertamina akan memperoleh kesempatan memupuk modal melalui langkah farm-out 20-40 persen yang berpotensi mendatangkan dana tunai miliaran dolar AS," beber Marwan.
Marwan mencontohkan lagi, 20 persen saham perpanjangan Blok West Madura Offshore (WMO) kepada Kodeco hanya membayar bonus tanda tangan sebesar 5 juta dolar AS. Padahal, jika blok tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina, dengan farm-out 20 persen, dapat diperoleh dana sekitar 300-500 juta dolar AS.
Anggota DPR Chandra Tirta Wijaya mempertanyakan komitmen dan keberpihakan pemerintah terhadap BUMN.
Kata Chandra, pengalaman buruk WMO, di mana BP Migas secara tertutup tanpa mengikuti prinsip justru memutuskan 20 persen dialihkan kepada asing yang dianggapnya melanggar hukum. Sebab, blok yang telah habis masa kontraknya mestinya dikembalikan kepada pemerintah.
Chandra meminta pemerintah menunjukkan keberpihakannya kepada national oil company dengan mendukung BUMN untuk mengelola sepenuhnya blok migas yang akan habis kontraknya, mengingat ketersediaan sumber daya migas semakin langka.
Aturannya Tidak Tegas
Kadiv Pengadaan dan Management Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) BP Migas Zikrullah mengatakan, aspek kontraktual penguasaan blok migas nasional tidak jauh beda dengan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) yang lain.
Kadiv Pengadaan dan Management Aset Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) BP Migas Zikrullah mengatakan, aspek kontraktual penguasaan blok migas nasional tidak jauh beda dengan kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) yang lain.
Menurutnya, yang harus dibenahi adalah aspek yuridis, yakni memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada BUMN.
"Peraturan kita yang tidak mengatur tegas tentang itu. Itu sebabnya saat ini sedang dilakukan perubahaan Undang-Undang Migas untuk memberikan kesempatan kepada BUMN yang ada," ujar Zikrullah.
Asisten Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Gatot Trihargo menolak jika kementeriannya dianggap kurang berpihak pada Pertamina.
Menurut Gatot, kementerian justru akan melakukan transformasi bisnis dari oil dan gas company menuju energi company untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
"Komitmen kita jelas. Kita ingin meningkatkan produksi Pertamina dengan harapan tahun 2015 labanya bisa mencapai Rp 50 triliun. Jangan sampai kita menjadi anak tiri di negeri sendiri. Kita dukung kok. Malah nggak perlu laba untuk blok itu, yang penting jangan rugi," terang Gatot. Rakyat Merdeka
Admin 10 Jun, 2011--
Source: http://krisnahomerecord.blogspot.com/2011/06/sejak-1970-blok-migas-sudah-dikuasai.html
~
Manage subscription | Powered by rssforward.com
0 komentar to “Sejak 1970 Blok Migas Sudah Dikuasai Asing”